Assalamu'alaikum Wr. Wb Kali ini saya akan memaparkan artikel terkait dengan takaran dan timbangan. Takaran dan timbangan, untuk mengukur nilai suatu barang dan jasa, menentukan seluruh kehidupan kita. Allah SWT juga sangat tegas di dalam memerintahkan kita menjaga takaran dan timbangan. Mencurangi takaran dan timbangan diancam dengan hukuman berat, dan Allah SWT menyebut pelakunya dengan istilah khusus, dalam satu surat, yaitu al Mutaffifin . Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Nasa’I, Rasul salallahualaihi wasallam berkata: “ Timbangan adalah timbangannya orang Mekah, takaran adalah takarannya orang Madinah. ” Rasulullah SAW kemudian menetapkan timbangan ini dalam mithqal (1 Dinar) dan 7/10 mithqal (1 Dirham). Atas dasar ketetapan tentang takaran (dan timbangan) yang berimplikasi kepada ketetapan tentang alat tukar itu, Rasulullah salallahualaihi wassalam, baru menetapkan ketentuan tentang zakat pada tahun ke-2 H. Dari setiap lima uqiyah (1 uqiyah =
Assalamu'alaikum Wr. Wb Kali ini saya akan memaparkan artikel terkait dengan halalan thayyiban. Dalam mengonsumsi makanan, umat Islam diperintahkan untuk memilih dan memakan makanan yang halal dan thayyib. Sebenarnya, apa yang dimaksud dengan halal dan thayyib tersebut? Kata halalan sendiri dalam bahasa Arab yaitu Halla yang artinya “Lepas” atau “Tidak terikat”. Sementara, kata Thayyib berarti “Lezat”, “Baik” dan “Sehat”, “mententeramkan”, “paling utama”. Terkait dengan makanan halal, kata thayib berarti makanan yang tidak kotor dari segi zatnya atau rusak (kadaluarsa) atau tercampur najis. Makanan yang tidak membahayakan fisik maupun akalnya ketika mengonsumsinya. Dapat diambil dari itulah pengertian makanan yang halal dan thayyib. Mengkonsumsi makananatau minuman juga jamu yang halalan thayyiban sangat erat kaitannya dengan masalah iman dan takwa. Keterikatan ini telah Allah SWT tegaskan dalam QS.Al-Maidah:88 : Artinya : “Dan makanlah makanan yang halal lagi b