Langsung ke konten utama

MAWARIS















Assalamu'alaikum Wr. Wb
Kali ini saya akan memaparkan artikel terkait dengan MAWARIS.
Pengertian Mawaris
Kata mawaris berasal dari kata waris atau Al-miirats, waritsa yang berarti berpindahnya sesuatu yakni harta yang berupa materi dari seseorang yang disebut sebagai pewaris kepada orang lain yang disebut sebagai ahli waris. Ilmu yang mempelajari hal-hal yang menyangkut waris disebut dengan ilmu mawaris atau dikenal juga dengan istilah fara’id. Kata fara’id atau dalam bahasa arab, mafrud’ah, adalah bagian pada harta peninggalan yang telah ditentukan kadarnya. sedangkan secara istilah mawaris atau Warisan  diartikan sebagai perpindahan harta atau kepemilikan suatu benda dari orang meninggal dunia atau pewaris kepada ahli warisnya yang masih hidup.
Dasar Hukum Mawaris
Hukum mawaris mengatur hal-hal yang menyangkut harta peninggalan (warisan) yang ditinggalkan oleh ahli waris atau orang yang meninggal. Ilmu mawaris dalam islam mengatur peralihan harta peninggalan dari pewaris kepada nasabnya atau ahli warisnya yang masih hidup. Adapun dasar-dasar hukum yang mengatur ilmu mawaris adalah sebagai berikut:





Artinya :
“Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan”. (QS. An-nisa (4): 7)

Rukun dan Syarat Waris

Adapun rukun dan syarat yang harus ada dalam ilmu mawaris ada 3 hal utama yaitu:
1.      Al-Muwaris (pewaris)
Orang yang memiliki harta warisan yang telah meninggal dunia dan mewariskannya kepada ahli warisnya. Syaratnya adalah al-muwaris benar-benar telah dinyatakan meninggal baik secara hukum maupun medis.
2.      Al-Waris (Ahli Waris)
Al waris atau ahli waris adalah orang yang dinyatakan memiliki hubungan nasab atau kekerabatan yang merupakan hubungan darah, hubungan akibat perkawinan, atau akibat memerdekakan budak atau hamba sahayanya. Syarat, ahli waris adalah ia dalam keadaan hidup pada saat al-muwaris Atau orang yang memiliki harta waris meninggal dunia. Termasuk dalam hal ini adalah bayi yang masih berada dalam kandungan meskipun ia masih menyerupai janin dan ia terkait nasab dengan al mawaris. Baik pria dan wanita memiliki hak untuk memperoleh harta warisan.
3.      Tirkah
Tirkah adalah harta atau hak yang berpindah dari al muwaris atau pewaris kepada ahli warisnya. Harta tersebut dapat dikatakan tirkah apabila harta peninggalan almuwaris yang  telah dikurangi biaya perawatan, pengurusan jenazah, hutang dan wasiat yang sesuai syariat agama islam untuk selanjutnya diberikan kepada ahli waris. Dari pengertian tersebut maka dapat diketahui perbedaan harta peninggalan dengan harta warisan. Harta peninggalan adalah semua materi yang ditinggalkan oleh pewaris yang telah meninggal dunia secara keseluruhan sedangkan harta waris atau tirkah adalah harta peninggalan yang sesuai syara berhak diberikan kepada ahli waris setelah dikurangi hak orang lain di dalamnya.
Sebab-Sebab Memperoleh Warisan
Adapun hal hal yang menyebabkan seseorang mendapatkan warisan disebutkan dalam tiga perkara berikut ini
1.      Adanya hubungan kekerabatan atau hubungan nasab
Kekerabatan artinya hubungan nasab antara orang yang Memberi warisan atau almuwaris dengan orang yang diwarisi dan hal ini disebabkan oleh kelahiran atau hubungan darah. Kekerabatan atau hubungan darah adalah sebab yang paling utama dalam menerima warisan karena hubungan darah tidak dapat dihilangkan. Allah swt berfirman dalam Qur’an Surat Al Anfal
“Orang-orang yang mempunyai hubungan Kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Anfal: 75)
2.      Adanya hubungan pernikahan
Hubungan pernikahan dalam hal ini adalah sebab mendapatkan warisan dan hal ini terjadi setelah akad nikah yang sah  dilakukan dan terjadi hubungan antara suami istri meskipun belum terjadi persetubuhan. Adapun suami istri yang melakukan pernikahan tidak sah tidak menyebabkan adanya hak waris. Istri yang telah mendapatkan talak tidak berhak menerima warisan dari mantan suaminya.
3.      Karena wala’
Wala’ adalah sebab memperoleh warisan akibat jasa seseorang yang telah memerdekakan seorang hamba dikemudian hari budak atau hamba sahaya tersebut menjadi kaya. Jika bekas hamba atau budak tersebut yang dimerdekakan meninggal dunia, maka orang yang memerdekakannya berhak mendapatkan warisan.

Wassalamua’alaikum Wr. Wb.


SEMOGA BERMANFAAT”


Refrensi :

 Rosalia, Anggi. 2016.  Mawaris Dalam Islam – Pengertian, Hukum dan Rukunnya. https://dalamislam.com/dasar-islam/mawaris-dalam-islam. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Halalan Thayyiban

Assalamu'alaikum Wr. Wb Kali ini saya akan memaparkan artikel terkait dengan halalan thayyiban. Dalam mengonsumsi makanan, umat Islam diperintahkan untuk memilih dan memakan makanan yang halal dan thayyib. Sebenarnya, apa yang dimaksud dengan halal dan thayyib tersebut?  Kata halalan sendiri dalam bahasa Arab yaitu Halla yang artinya “Lepas” atau “Tidak terikat”. Sementara, kata Thayyib berarti “Lezat”, “Baik” dan “Sehat”, “mententeramkan”, “paling utama”. Terkait dengan makanan halal, kata thayib berarti makanan yang tidak kotor dari segi zatnya atau rusak (kadaluarsa) atau tercampur najis. Makanan yang tidak membahayakan fisik maupun akalnya ketika mengonsumsinya. Dapat diambil dari itulah pengertian makanan yang halal dan thayyib. Mengkonsumsi makananatau minuman juga jamu yang halalan thayyiban sangat erat kaitannya dengan masalah iman dan takwa. Keterikatan ini telah Allah SWT tegaskan dalam QS.Al-Maidah:88 : Artinya : “Dan makanlah makanan yang ha...

Takaran Dan Timbangan

Assalamu'alaikum Wr. Wb Kali ini saya akan memaparkan artikel terkait dengan takaran dan timbangan. Takaran dan timbangan, untuk mengukur nilai suatu barang dan jasa, menentukan seluruh kehidupan kita.  Allah SWT juga sangat tegas di dalam memerintahkan kita menjaga takaran dan timbangan. Mencurangi takaran dan timbangan diancam dengan hukuman berat, dan Allah SWT menyebut pelakunya dengan istilah khusus, dalam satu surat,  yaitu  al Mutaffifin . Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Nasa’I, Rasul salallahualaihi wasallam berkata: “ Timbangan adalah timbangannya  orang Mekah, takaran adalah takarannya orang Madinah. ” Rasulullah SAW kemudian menetapkan timbangan ini dalam mithqal (1 Dinar) dan 7/10 mithqal (1 Dirham).  Atas dasar ketetapan tentang takaran (dan timbangan) yang berimplikasi kepada ketetapan tentang alat tukar itu, Rasulullah salallahualaihi wassalam, baru menetapkan ketentuan tentang zakat pada tahun ke-2 H. Dari setiap lima...