Assalamu'alaikum Wr. Wb
Kali ini saya akan memaparkan
artikel terkait dengan takaran dan timbangan.
Takaran dan timbangan,
untuk mengukur nilai suatu barang dan jasa, menentukan seluruh kehidupan
kita. Allah SWT juga sangat tegas di dalam memerintahkan kita menjaga
takaran dan timbangan. Mencurangi takaran dan timbangan diancam dengan hukuman
berat, dan Allah SWT menyebut pelakunya dengan istilah khusus, dalam satu
surat, yaitu al Mutaffifin. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan
Nasa’I, Rasul salallahualaihi wasallam berkata: “Timbangan
adalah timbangannya orang Mekah, takaran adalah takarannya orang Madinah.”
Rasulullah SAW kemudian menetapkan
timbangan ini dalam mithqal (1 Dinar) dan 7/10 mithqal (1 Dirham). Atas
dasar ketetapan tentang takaran (dan timbangan) yang berimplikasi kepada
ketetapan tentang alat tukar itu, Rasulullah salallahualaihi wassalam, baru
menetapkan ketentuan tentang zakat pada tahun ke-2 H. Dari setiap lima uqiyah
(1 uqiyah = 40 Dirham) diwajibkan zakat atasnya sebanyak 5 Dirham, dan setiap
20 Dinar diwajibkan zakat atasnya sebanyak 0.5 Dinar. Hari ini kita
menyebutnya dalam rumus matematis sebagai 2.5%.
Sesudah itu, dari waktu ke waktu, bila
Rasulullah SAW menetapkan berbagai ketentuan dan hukum yang menyangkut suatu
nilai, selalu mengukurnya dalam Dinar emas dan Dirham perak. Demikian
pula para Sahabat dan Tabiin serta Tabiit Tabiin mengikuti cara yang sama. Baik
itu untuk ketentuan hukum yang sifatnya mengikat seperti denda dan hukuman
ganti rugi maupun yang sukarela seperti sedekah dan mahar.
Ayat-Ayat dan Hadist yang Menjelaskan
Takaran dan Timbangan :
Artinya :
“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (Yaitu) orang-orang yang
apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila
mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.”
QS Asy Syu'ara : 181-183 :
Artinya :
“Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang
benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
Asbabun Nuzul Ayat-Ayat
Takaran dan Timbangan
Imam an-Nasa’i dan Ibnu Majah sanad yang sahih meriwayatkan dari Ibnu Abbas
yang berkata, “Ketika Nabi saw. Baru saja tiba di Madinah, orang-orang di sana
masih sangat terbiasa mengurang-ngurangi timbangan (dalam jual beli). Allah
lantas menurunkan ayat, “Celakalah bagi orang-orang yang curang (dalam
menakar dan menimbang) !” setelah turunnya ayat ini, mereka selalu
menepati takaran dan timbangan.
Hukum
mengurangi timbangan dalam Islam
Mengurangi
timbangan adalah salah satu bentuk praktek pencurian milik orang lain. Apabila
takaran timbangan itu sedikit, bisa menjadi sebuah ancaman dan akan menjadi
ancaman yang lebih besar bila takaran timbangan tersebut meningkat dengan
jumlah yang besar. Hukum mengurangi timbangan dalam Islam termasuk dalam dosa
besar atau sama dengan dosa orang yang melalaikan shalatnya. Allah akan membawa
pelakunya ke neraka Wayl (fawaiilul lil mushallin). Wailun atau Wayl adalah
lembah jahannam dimana bukit-bukit apabila dimasukkan ke dalamnya langsung
mencair karena amat panasnya.
- Assayid berkata bahwa turunnya ayat ini saat Nabi Muhammaad SAW hijrah ke Madinah, kemudian Nabi melihat Abu Juhainah yang memiliki dua alat timbangan yaitu timbangan membeli untuk menguntungkan dirinya dan timbangan menjual untuk merugikan pembelinya.
- Ikrimah berkata bahwa beliau bersaksi bahwa tukang timbang itu ada dalam neraka lalu seseorang menegur, “anakmu juga tukang timbang”. Ikrimah mengatakan bahwa persaksilah dia pun akan juga berada dalam neraka.
- Saayidina Ali r.a berkata bahwa janganlah meminta kebutuhanmu dari seseorang yang rezekinya berada di ujung takaran dan timbangan.
- Hukamak berkata bahwa celakalah orang yang menjual biji-bijian dengan takaran yang dikurangi sebab Allah akan mengurangi nikmat surga yang seluas langit dan bumi dan menggantinya dengan menambah lubang di dalam neraka dimana bukit-bukit akan mencair jika terkena panasnya.
- Al-Syafi’i dari Malik bin Dinar berkata kepada keluarganya “Apa kelakuannya dulu?” mereka menjawab “Dia memiliki dua timbangan yaitu untuk menjual dan membeli, kemudian beliau menghancurkan keduanya’‘ dan berkata “Bagaimana keadaanmu sekarang?” ia menjawab “Tetap, bahkan sangat sukar” hingga ia meninggal dengan keadaan sakit itu. Bahkan dalam kisah yang lain, ada seseorang yang menghadiri orang yang akan meninggal, orang tersebut diajarkan agar membaca kalimat tayyibah, namun ia berkata “Saya tidak bisa membaca kalimat tersebut sebab jarum timbngan mengganjal lidah saya”, “Bukanya dulu Anda menepati timbangan?”, “Benar, tetapi saya tidak membersihkan kotoran yang terdapat pada takaran sehingga saya merugikan orang lain”
Wassalamua’alaikum Wr.
Wb.
“SEMOGA BERMANFAAT”
Refrensi
:
Pradipta
Wulandari.2015. http://pradiptakim.blogspot.com/2015/02/makalah-ayat-ayat-ekonomi-takaran-dan.html
Zaim
Saidi.news. 2016. Hukum tentang Takaran dan Timbangan serta Penerapannya dalam
Muamalah dan Jinayah. https://zaimsaidi.com/hukum-tentang-takaran-dan-timbangan-serta-penerapannya-dalam-muamalah-dan-jinayah/
Komentar
Posting Komentar