Langsung ke konten utama

MANUSIA MAKHLUK SIASAH

















Assalamu'alaikum Wr. Wb
Kali ini saya akan memaparkan artikel terkait dengan MANUSIA sebagai Makhluk Siasah.
Manusia adalah makhluk sosial yang hidup bermasyarakat (zoon politicon). Keutuhan manusia akan tercapai apabila manusia sanggup menyelaraskan perannya sebagai makhluk ekonomi dan sosial. Sebagai makhluk sosial (homo socialis), manusia tidak hanya mengandalkan kekuatannya sendiri, tetapi membutuhkan manusia lain dalam beberapa hal tertentu. Misalnya, dalam lingkungan manusia terkecil yaitu keluarga. Dalam keluarga, seorang bayi membutuhkan kasih sayang kedua orang tuanya agar dapat tumbuh dan berkembang secara baik dan sehat.
Manusia tidak dapat mencapai apa yang diinginkan dengan dirinya sendiri.Karena manusia menjalankan peranannya dengan menggunakan simbol untuk mengkomunikasikan pemikiran dan perasaanya. Manusia tidak dapat menyadari individualitas, kecuali melalui medium kehidupan sosial.
Dizaman sekarang in suatu KEBENARAN dapat dibuktikan dari suara terbanyak. Karena saat ini susuatu yang salah kadang dikatakan benar oleh kebanyakan orang. Adanya politik voting membuat kebenaran itu bisa saja tersembunyi oleh suara mana yang dominan ada. Dalam islam kita harus bisa menempatkan sesuai dengan tempat, bukan justru memilih pemimpin karena hal lain misalnya UANG.

Artinya:
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat. (QS. An-Nisa’ : 58)
Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
(QS. An-Nisa’: 59)

Surat  An-Nisa’ ayat 58 :
            Diketengahkan oleh Ibnu Mardawih dari jalur Kalbi dari Abu Salih dari Ibnu Abbas, katanya: ” Tatkala Rasulullah SAW, memmbebaskan Kota Mekkah, dipanggilnya Usman bin Talhah, llau setelah datang, maka sabdanya: “ coba lihat kunci ka’bah”, lalu diambilkannya. Tatkala Usman mengulurkan tangannya untuk menyerahkan kunci itu, tiba-tiba Abbas bangkit, seraya katanya: “wahai Rasulullah demi ibu bapakku yang menjadi tebusanmu, gabungkanlah tugas ini dengan pelayanan minuman jemaah”. Mendengar itu Usman pun menahan tangannya, maka sabda Rasulullah SAW: “berikanlah kunci itu, hai Usman”. Maka jawabnya: “Ini amanat dari Allah”. Maka Rasulullah pun bangkitlah, lalu dibukanya ka’bah dan kemudian keluar, lalu bertawaf sekeliling Baitullah. Kemudian Jibril pun menurunkan wahyu agar mengembalikan kunci, maka dipanggilnya Usman bin Talhah lalu diserahkannya kunci itu kepadanya, kemudian dibacakannya ayat :” Sesungguhnya Allah menyuruhmu supaya kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak(S. An-Nisa’ ayat 58) .
            Diketengahkan oleh Syu’bah dalam tafsirnya dari Hajjaj, dari Ibnu Juraij katanya: “ayat ini diturunkan mengenai Usman bin Talhah, yang Rasulullah menerima kunci Ka’bah daripadanya. Dengan kunci itu beliau memasuki Baitullah pada hari pembebasan, kemudian keluar seraya membaca ayat ini, dipanggilnya Usman lalu diserahkannya kunci itu kepadanya. Katanya pula:” Umar bin Khattab :”Tatkala Rasulullah keluar dari Ka’bah sambil membaca ayat ini, dan demi ibu bapak yang menjadi tebusannya, tidak pernah saya dengar ia membacanya sebelum itu

Surat An-Nisa’ 59:
            Diriwayatkan oleh Bukhari dan lain-lain dari Ibnu Abbas, katanya: “diturunkan ayat ini pada Abdullah bin Huzafah bin Qais, yakni ketika ia dikirim oleh Nabi Muhammad SAW dalam suatu ekspedisi, berita itu diceritakan secara ringkas. Dan Kata Daud, ini berarti mengada-ada terhadap Ibnu Abbas, karena disebutkan bahwa Abdullah bin Huzafah tampil dihadapan tentaranya dalam keadaan marah, maka dinyalakannya api lalu disuruhnya merka menceburkan diri ke dalam api itu. Sebagian mereka menolak, sedangkan sebagian lagi bermaksud hendak menceburkan dirinya. Katanya: “sekiranya ayat itu turun sebelum peristiwa, maka kenapa kepatuhan itu hanya khusus terhadap Abdullah bin Huzafah dan tidak kepada yang lain-lainnya? Dan jika itu turun sesudahnya, maka yang dapa diucapkan pada mereka itu ialah:” taat itu hanyalah pada barang yang makruf” jadi tidak pantas dikatakan: “kenapa kalian tidak mau mematuhinya?”. Pada itu Al-Hafiz Ibnu Hajar menjawab bahwa yang dimaksud dalam kisahnya dengan:” Jika kamu berselisih pendapat dalam sesuatu hal” bahwa mereka memang berselisih dalam menghadapi perintah itu dengan kepatuhan atau menolaknya karena takut pada api. Maka wajarlah bila waktu itu diturunkan pedoman yang dapa member petunjuk bagi mereka apa yang harus diperbuat ketika berselisih pendapat itu, yaitu mengembalikannya pada Allah dan Rasul.
            Dari Ibnu Jarir mengetengahkan bahwa ayat tersebut diturunkan mengenai kisah yang terjadi diantara Ammar bin Yasir dan Khalid bin Walid yang ketika itu menjadi amir atau panglima tentara. Tanpa setahu Khalid Ammar melindungi seorang laki-laki hingga kedua mereka pun bertengkar.


Wassalamua’alaikum Wr. Wb.

SEMOGA BERMANFAAT”


Refrensi :
Zain Akihisa. 2015. Ketaatan Pada Pemimpin (QS. An-Nisa' 58-59). http://chaeossofis.blogspot.com/2015/06/ketaatan-pada-pemimpin-qs-nisa-58-59.html

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAWARIS

Assalamu'alaikum Wr. Wb Kali ini saya akan memaparkan artikel terkait dengan MAWARIS. Pengertian Mawaris Kata mawaris berasal dari kata waris atau Al-miirats, waritsa yang berarti berpindahnya sesuatu yakni harta yang berupa materi dari seseorang yang disebut sebagai pewaris kepada orang lain yang disebut sebagai ahli waris. Ilmu yang mempelajari hal-hal yang menyangkut waris disebut dengan ilmu mawaris atau dikenal juga dengan istilah fara’id. Kata fara’id atau dalam bahasa arab, mafrud’ah, adalah bagian pada harta peninggalan yang telah ditentukan kadarnya. sedangkan secara istilah mawaris atau Warisan  diartikan sebagai perpindahan harta atau kepemilikan suatu benda dari orang meninggal dunia atau pewaris kepada ahli warisnya yang masih hidup. Dasar Hukum Mawaris Hukum mawaris mengatur hal-hal yang menyangkut harta peninggalan (warisan) yang ditinggalkan oleh ahli waris atau orang yang meninggal. Ilmu mawaris dalam islam mengatur peralihan harta peningga...

Halalan Thayyiban

Assalamu'alaikum Wr. Wb Kali ini saya akan memaparkan artikel terkait dengan halalan thayyiban. Dalam mengonsumsi makanan, umat Islam diperintahkan untuk memilih dan memakan makanan yang halal dan thayyib. Sebenarnya, apa yang dimaksud dengan halal dan thayyib tersebut?  Kata halalan sendiri dalam bahasa Arab yaitu Halla yang artinya “Lepas” atau “Tidak terikat”. Sementara, kata Thayyib berarti “Lezat”, “Baik” dan “Sehat”, “mententeramkan”, “paling utama”. Terkait dengan makanan halal, kata thayib berarti makanan yang tidak kotor dari segi zatnya atau rusak (kadaluarsa) atau tercampur najis. Makanan yang tidak membahayakan fisik maupun akalnya ketika mengonsumsinya. Dapat diambil dari itulah pengertian makanan yang halal dan thayyib. Mengkonsumsi makananatau minuman juga jamu yang halalan thayyiban sangat erat kaitannya dengan masalah iman dan takwa. Keterikatan ini telah Allah SWT tegaskan dalam QS.Al-Maidah:88 : Artinya : “Dan makanlah makanan yang ha...

Takaran Dan Timbangan

Assalamu'alaikum Wr. Wb Kali ini saya akan memaparkan artikel terkait dengan takaran dan timbangan. Takaran dan timbangan, untuk mengukur nilai suatu barang dan jasa, menentukan seluruh kehidupan kita.  Allah SWT juga sangat tegas di dalam memerintahkan kita menjaga takaran dan timbangan. Mencurangi takaran dan timbangan diancam dengan hukuman berat, dan Allah SWT menyebut pelakunya dengan istilah khusus, dalam satu surat,  yaitu  al Mutaffifin . Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Nasa’I, Rasul salallahualaihi wasallam berkata: “ Timbangan adalah timbangannya  orang Mekah, takaran adalah takarannya orang Madinah. ” Rasulullah SAW kemudian menetapkan timbangan ini dalam mithqal (1 Dinar) dan 7/10 mithqal (1 Dirham).  Atas dasar ketetapan tentang takaran (dan timbangan) yang berimplikasi kepada ketetapan tentang alat tukar itu, Rasulullah salallahualaihi wassalam, baru menetapkan ketentuan tentang zakat pada tahun ke-2 H. Dari setiap lima...